Jumat, 11 Juli 2008

Aku, HMI dan Bulog

Dengan penuh rasa syukur aku menerima kenyataan ini sebagai sebuah proses perjalanan sejarah yang setidaknya saling terkait satu dengan yang lain dan rasanya sulit untuk bisa dipisahkan.

Dalam dunia kemahasiswaan yang pernah aku jalani sewaktu di Solo dahulu, sebenarnya aku adalah tergolong mahasiswa yang biasa biasa saja. Tidak ada keunggulan sama sekali yang bisa dibanggakan. Hanya secara lahiriyah, aku memang memiliki postur tubuh yang cenderung tinggi besar, dan sejak bangku SMP aku aktif di dunia olah raga, terutama olah raga seni bela diri.

Di bangku SMP (SMPN X) di Magelang, aku adalah anggota pencak silat "Kera Sakti" dengan pelatih Mas Dharsono yang kala itu bermarkas di kawasan Pathen Nggunung. Memasuki bangku SMA (SMAN I) di Boyolali, aku aktif di seni bela diri "Tae Kwon Do" dengan pelatih Sulis Lee (yang memang menurutku mirip dengan Bruce Lee : Tokoh Legendaris Film Karate dari China), dimana tempat latihannya adalah Gedung Departemen Penerangan Kab. Boyolali. Dan memasuki bangku kuliah (Fisipol UNS Solo), aku aktif di perguruan pencak silat "Perisai Diri" yang pusat latihannya di GOR UNS Kenthingan.

Pada semester awal, untuk memilih jenis kegiatan kemahasiswaan, banyak alternatif yang aku coba jalani, diantaranya :

1. Menjadi anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) alias militer kampus disini aku mengenal sosok Umar Shahab - keturunan Arab sekarang adalah dokter di Angkatan Laut dan bertugas di Tanjungpriok, Suroso, seorang komandan Menwa yang ganteng meski pendek dan perawakan kecil tapi cukup disegani dan berwibawa juga Warmin yang kala itu berbadan gempal, kumis tebal dan bergaya militer asli, serta Yudi Kermit sosok yang kurus tinggi langsing dan sedikit slengek'an dan sekarang aktif di LSM Greenpeace Asia.

2. Menjadi anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UNS, dimana aku mengenal Buyung Rahmansyah, pemuda tambun yang mahir memainkan segala alat musik dan bersuara cukup melengking, Juga Ambarwati mahasiswi Sosiologi UNS, gadis Klaten yang kala itu kecantikannya dan rambut panjangnya melebihi Lidya Kandouw.

3. Aktif di Senat dan BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa), baik tingkat Jurusan, Fakultas bahkan Universitas, disini aku banyak mengenal tokoh aktifis kampus kala itu, ada Mas Dian Navi seorang intelektual dan orator ulung yang sejak mahasiswa berpenampilan bagai seorang pejabat, beliau juga pemuda NU tulen, Ari Hunter yang memang mirip pelakon film serial Hunter yang sekarag Dekan di sebuah Universitas terkemuka di Jakarta, Mas Leo yang gagah dan garang segarang Leo. Mas Eka yang dari Cirebon yang lembut dan berwibawa. Mas Edi Abdul Malik yang ganteng dan berkacamata, Mas Giyanto, yang kala bencana Gempa Jogya Klaten beliau diwawancara sebuah televisi dalam posisi sebagai seorang camat di salah satu kecamatan di Klaten. Untuk teman seangkatanku yang masih ingat dalam memori pikiran adalah : Yayus Sutrisnanto, Nur Endah Krisnayani, Endah Ciptaningrum, Endah Widiarsi, Bambang Sutrisno, Bintang Urip Hidayatullah, Isnainiyyah Sri Rohmani, Zan Riyanto, Saryanti penari cantik luwes dari Kraton Mangkunegaran Solo, Kadimin, M. Qoyyim, Bernadin Jauhari, Victor Cembry Indriarto, Yuniarso Tri Waloyo, Budiyono, David, Joni, Budiarjo, Budi Raharjo, Ira, Agung, Gunawan Becak, Agus Saliwang, Hargo, Prawoto, Ardi Purnomo dan Mariana Nugroho.

4. Aktif di Masjid Nurul Huda UNS Kenthingan, aku mengenal seseorang yang meng-asisteni materi ke-Islam-an padaku yang sekarang sebagai Humas di Indosiar Mas Ghuffron Syakarill, ada juga Mas Amin Wahyudi, sekarang Dosen Fakultas Ekonomi UNS yang lembut dan penyabar. Saat itu aku adalah bagian dari Limited Group di Jamah masjid Nurul Huda yang notabene adalah sekaligus Aktivis Senat Mahasiswa Fisipol UNS diantaranya : Adib Zuhairi, M. Farkhan, Aku sendiri - Yanuar Ahmad, Novianta Kusuma, Bambang Sutrisno dan M Saifulloh. Diantara kita sebenarnya ada semangat rivalitas yang kental sekali, maklum gesekan antara aktivis kampus dan ekstra kampus kala itu sangat panas dan keras. Aku bersyukur, kalau soal mengaji secara tajwid dan tartil akulah yang terbaik menurut versi Mas Amin Wahyudi.

Dari sinilah, aku sempat menjadi aktivis radikal dalam sebuah jamaah kajian yang exclusive dengan menampilkan atribut dan ciri khas tertentu, dengan pola pola tertentu dan menjalin perkawanan dengan kalangan tertentu pula, sampai sampai bagi jamaah perempuannya, aku sempat dijadikan semacam bodyguard, jika mereka merasa dileceh oleh laki laki, tak jarang mereka jauh jauh berjalan dari tempat kuliahnya menuju kampusku bahkan kost-kost-an ku untuk mengadu agar aku menghajar orang yang mengganggunya dan atau sekedar curhat (istilah sekarangnya). Untung hal itu tidak berkelanjutan setidaknya memasuki semester 4 sudah aku tinggalkan.

Dari kesemua aktivitas yang aku jalani saat itu tampaknya masih ada kekosongan yang belum terjawab, lewat diskusi panjang antara aku dan Dwiki Setiyawan (sekarang sebagai penghubung daerah jawa timur lembaga DPR RI) dan Wahyudi -mereka adalah aktivis HMI sejak semester I, maka pada awal semester 5 aku putuskan untuk masuk menjadi Anggota HMI, HMI Cabang Surakarta. Terkesan terlambat memang, tapi dari sinilah pergolakan pemikiran ku yang selama itu tidak menemukan wadah, setelah di HMI aku berhasil menemukannya. Bahkan wadah itu teramat luas ... yang pada akhirnya membuat aku sedemikian kerdil diantara para aktivis HMI kala itu.

Menjadi anggota HMI diawali dari mengikuti sebuah training yang dinamakan Latihan Kader tingkat I (LK I). Saat itu dilaksanakan di sebuah gedung tua dan temboknya bolong bolong di jalan Yosodipuro No. 81 Surakarta. Teman seangkatanku yang aku ingat diantaranya : Susanto, Teguh, Mas'ad T, Abdul Kohar, Nur Khalim, Budi Nugroho, Tri Hastuti Nur, dan lainnya yang aku sudah lupa.

Dari Training LK I itulah aku mengenal ketua cabang kala itu : Seno Hadi Sumitro, dan beberapa pengurus cabang, aktivis HMI di Solo, sekaligus pengelola LK I, diantaranya : Abdul Kholiq Muhammad, Joni Nur Azhari, Purwoko, Hari Mulyadi, Ahmad Mahmudi, Mashartantowi, Mediansyah, Rini Ekowati, Erma Pujiwati, Mundi Rahayu, Ahmad Zabadi, Mas Yahya, Fatah Yasin, Rafik Karsidi, Ahmad Nadir dan banyak lagi.

Singkat cerita, mengingat usia mahasiswa dan tingkat semester yang sudah cukup tua, maka dalam dunia ke-HMI-an, aku tidak merintis dari tingkat Komisariat. Bahkan selesai training LK I, aku langsung ditunjuk sebagai ketua panitia Konperensi Cabang Luar Biasa (Saat tergulingnya Seno Hadi Sumitro dan terpilihnya Cak Olik/Abdul Kholiq Muhammad), ada kisah tak terlupakan yaitu : pas di acara pembukaan, banyak yang masih ingat.... saking heroiknya aku dengan HMI, maka lagu Indonesia Raya aku nyanyikan setelah lagu Hymne HMI (padahal sebenarnya susunan itu terbalik : Indonesia Raya dulu baru Hymne HMI) .... saat itu aku ketua panitia sekaligus sebagai pemimpin menyanyikan lagu (Dirigen).

Di kepengurusan Ketua Cabang Cak Oliq, aku langsung didudukkan sebagai pengurus cabang dan bertugas sebagai ketua Departemen Kemahasiswaan dan Perguruan Tinggi dan Kepemudaan (Departemen PTKP) dibawah Ketua Bidang PTKP yang kala itu dijabat oleh Eko Nugriyanto. Kepengurusan Cabang Surakarta saat itu adalah diantaranya Adib Zuhairi, Yudo Pramono, Rohadi, Joko Wahyudi, Hafni Istiqomah, Siti Badriyyah, Mardi Nugroho, Slamet Riyadi, Kotrut Tatris dan Mashartantowi.

Untuk menutupi keterlambatanku dalam perkaderan, aku melakukan crassprograme dengan aktiv mengikuti kelompok diskusi, kajian ilmiah baik di kampus maupun di lingkup HMI, demikian juga aku mengikuti LK II (latihan Kader II) yang dilaksanakan di Salatiga, mengikuti Senior Course (SC) yang dilaksanakan di Dagen - Jogyakarta, kala itu Ketua Cabang Jogya adalah Harun Al Rosyid dan sekretaris umumnya adalah Abdurrahman Irsyadi (Ari). Dan mengikuti LK III (Latihan Kader III) di Jambi - Sumbagsel. Selanjutnya aku aktiv mengelola latihan kader yang dilaksanakan hampir tiap minggu di HMI cabang Solo sampai aku menamatkan bangku kuliah dan mengakhiri karir di HMI cabang Solo untuk selanjutnya menjadi warga baru Korps Alumni HMI (Kahmi yang berkedudukan di Jakarta).

Pada saat menjadi Instruktur/pengelola latihan kader (LPLK) dan sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Lembaga Pengelola Latihan Kader (LPLK), kalau dipikir pikir, saat itu aku satu satunya pengurus Cabang yang sudah berstatus sebagai sarjana .... dan jika boleh berandai andai .... seandainya saat itu aku juga mencalonkan diri sebagai calon ketua Badko ... maka akulah satu satunya kandidat ketua Badko yang juga sudah sarjana ...

Mungkin, itulah jalan kemanusiaan - jalan karir manusia, sampai sekarang kecenderunganku berkarir pun tidak jauh dari proses regulasi yang pernah terjadi di cabang dulu, aku tidak memiliki kans bawaan/talenta/ mental yang pas untuk menduduki jabatan sebagai top manager, dan biasanya lebih at home menjadi posisi orang kedua, kecuali itu adalah sebuah given dan tidak bisa tidak dimana aku diposisikan sebagai orang nomer satu. Sungguh suatu tolok ukur yang kurang lebihnya representatif, ini pernah dikatakan Dwiki Setiyawan dan Mashartantowi sekitar 18 tahun yang lalu, ketika sama sama belajar memahami cara pikir dan cara tindak saya dan kawan kawan dalam sebuah training yang bernama Achievement Motivation Training (AMT)/training motifasi untuk berprsetasi, dan prediksi atau predikat itu aku akui tidak meleset jauh.

Inilah kekuranganku, masuk HMI pada tingkat semester yang sudah lanjut, maka karir di HMI dan di Kampus ritmenya jadi mundur dan makan waktu. Mungkin kalau hidup di jaman sekarang nyaris terancam Drop Out (DO) barangkali. Tapi itulah, sesuatu yang sungguh sungguh aku syukuri. Aku merasa tidak salah pilih. Karena disini aku mengenal orang orang yang berwawasan kebangsaan sejati, menjalani kehidupan mahasiswa secara sederhana dan bersemangat tinggi serta bernafaskan keberagamaan dan moralitas Islam yang bisa dibanggakan.

Skripsi aku susun berkejaran dengan waktu sejak semester 8 sampai semester habis, alias semester 14 !, dalam proses itu aku bersyukur punya sahabat beberapa aktivis LSM (Purwoko, Mas Mahmudi, Mas Hari Mulyadi, Mas Rafik Karsidi dan Mbak Kiki/Chandrakirana) dan kawan kawan di jurusan Kommunikasi Massa (Susanto, Bunug, Erika dan sebagainya), mereka mereka adalah yang membantu aku dalam penyusunan skripsi sampai acara konperensi pers usai ujian pendadaran skripsi segala. Kebetulan mayor skripsiku mengambil judul "Struktur mediasi dalam pemberdayaan masyarakat" dengan dosen penguji Pak Darwin, Pak Marsudi, Pak Harsono dan Pak Priyanto. Dan konperensi pers diulas oleh bang MT Arifin serta dihadiri oleh beberapa wartawan lokal kota Solo, sampai pada hari berikutnya beberapa media cetak dan elektronik memuat acara yang dikomandoi oleh Liwet Communication (mungkin ini adalah event organizer pertama di Indonesia) dari Bunug tersebut, malah harian Kedaulatan Rakyat mengangkatnya sebagai kolom Tajuk Rencana !

Sampai pada saat wisuda tiba, bulan Juni tahun 1995, aku diwisuda dengan kemelud (bukan Cum Laude), dimana kawan seangkatanku di Administrasi Negara 1988 hanya tinggal 9 orang saja, dari 130 an orang mahasiswa.

Aku tidak mau larut dalam duka karena track record ku di kampus sangat tidak memuaskan, maka tanggal 13 Bulan Oktober 1995 aku putuskan segera hijrah ke Jakarta bergabung dengan senior senior yang mantan pejabat Pengurus Besar (PB HMI) yang kebetulan kontrak rumah di bilangan jalan Warung Buncit XIII (atau Mampang 11). Mereka adalah mantan kepengurusan PB HMI angkatan 1992 - 1994 dibawah kepemimpinan Ketua Umum Yahya Zaeni dan Sekretaris Jenderal Fatah Yasin, dan periode selanjutnya, tahun 1994 - 1996 berada dibawah kepemimpinan Ketua Umum Taufik Hidayat.

Konon katanya, pada saat persiapan Kongresnya Cak Yahya (Yahya Zaeni) pengurus melakukan sillaturrahmi ke salah satu diantaranya adalah ke Bapak Beddu Amang, Kepala Bulog kala itu dan Beliau mengatakan, meskipun tidak berjanji : tahun 1995 Bulog merencanakan ada rekruitmen/penerimaan karyawan baru, maka kepada mantan pengurus besar HMI yang berminat bisa mengajukan lamaran .... ya, masih satu tahun lagi (celetuk pengurus kala itu).

nah, di Warung Buncit/Mampang Prapatan itulah para mantan pengurus PB HMI bersama sama ngupoyo upo dan bertahan ditengah deru kota Jakarta menunggu datangnya tahun 1995.

Pucuk dicinta, Ulam tiba, pas tahun 1995 aku masuk Jakarta. Tujuan langsung adalah minta diri untuk diperkenankan bergabung dengan mantan pengurus PB HMI kala itu dengan menggunakan katabelece Mas Fatah Yasin dan Mas Joni Nur Ashari, aku dengan polos langsung diterima bergabung dengan para mantan PB di markasnya di Mampang Prapatan/Warung Buncit (jadi anak Mampang).

Di Mampang kala itu ada : Hakim Kamarudin, Joni Nur Ashari, Julianto, Arsad M. Sud., Admiral Aulia, Cak Nuril, Mas Syahjoni Putra, Suharto Djabbar, Awaludin. Sering juga datang dan pergi seperti Muhammad Amin, Mohammad Saad, Adiknya Hakim kamarudin, adiknya Cak Nuril alias Romadhon, saudaranya mas Syahjoni Putra, laode Amijaya dan Abdul Majid.

Di Mampang ini pada akhirnya datang dan pergi, maklum ada yang kontrak rumah sendiri, menikah, atau ikut keluarganya di Jakarta. misalnya Mas Saad menikah dengan Lely Pelitasari, Mas Joni menikah dengan Mbak Papik, mas Harto Jabar menikah dengan Sianne Indriyani, Laode menikah dengan Ririn, Uda Harmonis menikah dengan Sri Rahmi, Mercy menikah dengan Abdul hamid, Admiral Aulia menikah dengan kekasihnya.

Tahun bergerak begitu pelan .... aku dalam kebosanan menunggu bukaan pekerjaan di Bulog, dan aku menjalaninya dengan melamar dan melamar pekerjaan ke berbagai tempat. Hal ini biasanya dimulai dari hari Sabtu dan Minggu dengan membaca koran nasional untuk melihat iklan pekerjaan, Senin, Selasa dan Rabu mengirimkan berkas lamaran ke kantor pos, atau bahkan menemui alamat yang bersangkutan untuk wawancara langsung. Dan hari Kamis dan Jum'at "tirakat" prihatin di Masjid Istiqlal (bahkan aku punya tempat khusus di pilar 6 sayap luar masjid Istiqlal, tempat dimana aku sering menghabiskan waktu) demikian terus menerus ritme kehidupan itu aku jalani dengan keprihatinan yang mendalam.

Dari beberapa lamaran yang ada, aku pernah menjalani sebagai sales alat kesehatan. Test di United Tractors, wawancara sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta (Universitas Muhammadiyyah Jakarta), wawancara sebagai dosen di Universitas Trisakti, wawancara sebagai dosen di Universitas Tarumanegara, ikut main Valas di bursa berjangka, Tim penulis buku Biografi Ginanjar Kartasasmita, Tim surveyor Perum Pegadaian, dan terakhir adalah On Job Training sebagai reporter olahraga, kriminalitas dan gaya hidup di Anteve dan sebagai staf pengajar di Universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) di Kampus Kramat Raya dan Kelapa Gading. Dua pekerjaan terakhir sempat aku jalani hampir satu semester.

Tahun 1995 berjalan, hampir dari semua yang ada di pondokan itu (Kelompok Mampang) mendaftarkan diri ke Bulog, bahkan termasuk adik dan saudara saudaranya. Termasuk aku diantaranya yang berkas lamaranku dibawa oleh Mas Arsad M. Sud. sarjana kedokteran lulusan Universitas Sultan Agung Semarang itu.

Ditengah keasyikan menjalani pekerjaan sebagai dosen dan reporter televisi, aku mendapat panggilan dari Bulog untuk mengikuti test demi test setidaknya dari bulan Mei sampai dengan September 1995, dari test ujian umum, test matematika, psikotest, test kesehatan di Lakespra Saryanto, test kejiwaan di Psikologi UI, sampai test bersih lingkungan (LitSus : Penelitian Khusus) dari Badan Intelejen ABRI. Sampai akhirnya pada bulan September dilaksanakan pembekalan bagi yang diterima sebagai pegawai untuk di didik sebagai calon pegawai Bulog selama 3 minggu.

Aku termasuk diantaranya yang diterima untuk mengikuti training pembekalan itu. Pada suatu perjalanan malam dengan kendaraannya mas Saad aku bersama mas Yasin, Dwiki, Mas Joni, Hening (pacarku) dan tentunya Mas Saad sendiri, aku kemukakan kesulitanku untuk memilih apakah meneruskan sebagai dosen dan wartawan atau masuk sebagai pegawai Bulog ?? dan hampir semua sahabatku itu mengatakan agar aku memilih Bulog, demikian juga ketika aku tanyakan pada kedua orang tuaku, beliau juga mengatakan demikian. Akhirnya dengan semua dialog itu sekaligus minta petunjuk Allah SWT, maka aku putuskan untuk masuk sebagai pegawai Bulog.

Training pembekalan berakhir, dan penempatan dilakukan dengan memberikan amplop tertutup kepada tiap calon karyawan ... dan ketika kubuka amplopnya : ... aku dinyatakan ditugaskan untuk kali pertama di Kupang - Nusa Tenggara Timur (NTT), sungguh sedih dan kecewa sekali .... bahkan sempat aku ingin menghubungi ibu Sandra - Manajer HRD di Anteve untuk kembali bekerja di Anteve dan kembali menekuni pekerjaan sebagai dosen. Mas Saad pun turut sedih melihat kenyataanku ini ketika tahu bahwa aku ditempatkan di NTT. tapi mas Joni dan Mas Yasin membujukku untuk dijalani saja dulu, dan beliau yang di Jakarta akan berusaha tetap ingat dan berkomitmen untuk sekian tahun lagi memperjuangkan aku untuk dapat pindah ke Jakarta atau setidaknya pindah ke Jawa.

O, ya. para senior mantan PB yang di Mampang hampir semuanya diterima di Bulog, yang tidak melamar antara lain : Hakim Kamarudin, Cak Nuril, Julianto, Admiral Aulia (tapi adiknya 2 orang, sebagai kompensasinya diterima di Bulog) dan semua yang kutulis diatas kebanyakan diterima sebagai pegawai Bulog, diantaranya : Suharto Jabar, Sianne Indriyani, Abdul Hamid, Syahjoni Putra, Joni Nur Ashari, Muhammad Amin, Mercy, dan Laode beserta istrinya. Bahkan aku masih teringat jelas siapa sahabatku yang tidak bisa masuk Bulog kala itu ... diantaranya Tri Endraningsih (istrinya Dwiki Setiyawan dan Eko Nugriyanto : kalau nggak salah karena jurusan keilmuan beliau adalah Matematika).

Dari sinilah setulusnya aku katakan, bahwa ternyata pada akhirnya pekerjaan ini juga tidak lepas dari jalinan persahabatanku dengan para anggota HMI terutama para seniornya, sebuah organisasi tanpa Bapak/Ibu yang mandiri dan nirlaba tapi memiliki semangat yang tinggi untuk membangun bangsa Indonesia dengan segenap kemampuannya dan kebisaannya. Dan jejaring antara aktivis dan alumni HMI di republik ini boleh dikatakan paling solid. Meskipun bagi yang iri sering muncul sindiran : HMI Connection ? HMI Corrupt ? HMI Golkar ? dan banyak lagi seperti yang pernah diungkapkan oleh Cak Imin : Ketua PKB.

Sekarang aku masih sebagai salah seorang Kepala Seksi yang menangani masalah penyaluran beras kepada lembaga pemerintah misalnya : TNI (AD, AL, AU), Polri, Depkumham, Depsos, Bencana Alam, Depnakertrans dan sebagainya di Divisi Penyaluran - Direktorat Pelayanan Publik. Dan semua sahabatku diatas masih mengisi ruang dan waktu di tiap jejaring otak ku, dan sekali lagi, posisi posisi mereka cukup solid masuk dalam urat nadiku - tak tergantikan, tak terbantahkan.

Mereka mereka adalah kawan kawan terbaik ku selamanya, sampai kapanpun.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

membaca uraian pak laras cukup memberi gambaran kehidupan seorang aktivis mahasiswa yang menyenangkan. saya membayangkan bila kuliah di solo sepuluh tahun lebih cepat, rasanya saya dapat turut menikmati manisnya menjadi aktivis mahasiswa.

salam,
masmpep.wordpress.com

Anonim mengatakan...

salam kenal pak.

Nama saya yasser Arafat. Saat ini menjabat Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Solo.

Jika bapak mengenal Pak Syahdirman, maka saya anaknya pak.

Kunjungi kami di dunia maya:

http://hmi-surakarta.co.cc
http://hmibecak.co.nr
http://hmifisipuns.co.nr