Rabu, 02 Juli 2008

mampir ngombe

Dalam khasanah tradisi masyarakat Jawa, dahulu di setiap rumah biasanya memiliki sebuah Genthong (tempat air) yang terbuat dari tanah dengan kapasitas rata rata 40 sampai dengan 60 liter air bening yang ditempatkan dihalaman muka dan biasanya dipinggir jalan tempat orang berlalu lalang.

Tujuan dari penempatan Genthong sekaligus dilengkapi dengan siwur (sebuah gayung yang terbuat dari cangkang/bathok kelapa dengan gagang yang panjang yang berguna untuk mengambil air di wadah tersebut. Biasanya air itu untuk diminum, membasuh muka dan kaki setelah menempuh perjalanan dan melewati sebuah genthong dimaksud. Dan air itu disediakan pemilik rumah utamanya yang berada di pinggir jalan raya secara gratis/cuma cuma.

Dari sinilah muncul peribahasa yang berbunyi :
Urip sak dremo nglampahi, nora suwe
hanamung koyo mampir ngombe


Hidup ini hanya sekedar saja, sebentar saja, bagaikan kita mengambil air minum ... untuk selanjutnya melakukan perjalanan lagi .... jauh dan jauh ...lagi
Dalam ke-sekejap-an waktu itu ? kita mau apa, harus bagaimana, melakukan apa saja, untuk apa, bagaimana nantinya ..... dan banyak lagi pertanyaan yang tidak pernah menemukan jawaban yang memuaskan ..
Dengan mengharap pertolongan Tuhan saja dan dengan dilalui saat saat itu dengan berbuat baik saja rasanya belum cukup.
Sebab, baik menurut kita belum tentu baik menurut Tuhan ...
Tapi baik menurut Tuhan, pasti baik juga bagi kita ummatnya ini ...
Karena Tuhan bukan sedang ber-instruksi, maka kemanusiaan dan peradabanlah yang menjawab dan nguri uri kata menurut Tuhan itu ...
Dan kita tidak ada yang tahu pasti,
Sebab kepastian hanya milik Tuhan.

Tidak ada komentar: